Lancang Mulut Mintak Penampar Jepun

Bismillahhirrahmanirrahim.

Cikgu dan mengajar, berpisah tiada. Guru dan membimbing, berpisah tiada.

Siapa pun kita, bila mana ada ilmu bukan bermakna kita layak mengajar, atau membimbing, atau menyampai. Belum tentu kitanya. Benar, sampaikanlah walau dengan satu ayat. Tapi ada adabnya. Bukan sembarang menyampai, bukan sembarang cakap. Lebih tepat bukan semudah retweet.

Jangan kita mengajar orang suatu hal yang kita sendiri belum cukup faham. Apalagi kalau belum “duduk”. Boleh kita menyampai asal saja kita nyatakan juga dari mana kita dapat, sumbernya. Yang kita yakin, bukan khabar angin. Tidak dikurangkan, tidak juga ditokok tambah.

Mudah kita lancang mulut mengajar orang itu orang ini tak pandai buat kerja, tak qualified, tak amanah. Yang kita ni handal setara mana? Dalam menegur biar ada adabnya, kalau terpalit ke hidung sendiri, sekadar malu alah. Bukan jatuh air muka.

Bila kita merasa lebih dalam suatu hal, Allah rendahkan kita dalam hal yang lain. Bila kita membisu dalam suatu hal, Allah lancarkan lisan dalam hal yang lain yang lebih mustahak.

Falsafah Melayu itu halus. Saya saja yang lemah menyedarinya. Saya saja yang lambat belajar. Hati saya mudah beku dan lambat pula cairnya.

Saya lihat, saya temui, saya berbicara dengan guru-guru. Dari mata mereka, nampak jernih hati. Dari lisan mereka, ilmu mengalir deras. Sedikit bicara, banyak maksud dan kiasnya. Ilmunya membuak-buak. Bukan seperti saya yang lampung kosong.